Beberapa indikator terkait dengan kesejahteraan anak menjadi
indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat secara
keseluruhan terutama dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan
pembangunan dibidang kesehatan. Indikator tersebut adalah angka kematian
bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA).
Penyebab kematian bayi dan balita menurut Survey Sensus Nasional
(SUSENAS ) tahun 2001 adalah karena gangguan perinatal dan penyakitpenyakit
system pernafasan ( Nur Rohman, 2008).
BBLR yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
timbulnya masalah pada semua sistem organ tubuh meliputi gangguan pada
pernafasan (aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum), gangguan pada sistem
pencernaan (lambung kecil), gangguan sistem perkemihan (ginjal belum
sempurna), gangguan sistem persyarafan (respon rangsangan lambat). Selain
itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik serta
tumbuh kembang. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan
balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu
akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh
pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2005).
Sabtu, 10 Desember 2011
Kamis, 01 Desember 2011
Cephalhaematom
A. Pengertian
Adalah
pembengkakan pada kepala karena adanya penumpukan darah pada sub-periostium
dengan batas yang jelas dan darah tidak melewati garis sutura tengkorak bayi baru
lahir.
Adalah
pendarahan sub-periosteal
akibat kerusakan jaringan pendariostenium karena tarikan atau tekanan jalan
lahir dan tidak pernah melampaui batas sutura sagitalis. ( Sarwono : 400).
Suatu
pendarahan subperiostal tulang tengkorak berbatas tegas pada tulang yang
bersangkutan dan tidak melewati sutura. Tulang yang paling sering terkena
adalah Os Temporal atau parietal. Frekuensinya 0,5-2% dari kelahiran hidup.
Dijumpai baik persalinan biasa, namun lebih sering pada partus lama dan
persalinan memakai alat ( ekstrasi vakum dan forsep ). Bila tidak terjadi
komplikasi lanjut ( fraktur dan sebagainya ), tanpa pengobatan khusus akan
sembuh dalam 2-12 minggu. ( Mohtar Rustam : 431 ).
Adalah
pembengkakan pada suatu tempat dikepala karena tumpukan darah sebagai akibat
robeknya selaput tulang tengkorak (Dep Kes RI, 1997 ).
Cephalhaematoma adalah pembengkakan pada tengkorak bayi, pendarahan dibawah
periosterium yang menutupi karena gesekan antara tengkorak bayi dan panggul
ibu, ini terjadi pada kasus ketidak seimbangan cephalopelvic dan proses
kelahiran mendadak ketika sobeknya periosterium dari tulang menyebabkan
perdarahan. Karena periosterium melekat pada pinggiran tulang tengkorak,
pembengkakan hanya terbatas pada satu tulang.
Tidak
diperlukan perawatan. Darah akan terserap dan pembengkakan akan mengecil.
Deretan tulang pada akhirnya akan terasa mengengelilingi batas luar
pembengkakan karena akumulasi osteoblas
( sel yang muncul dari fibroblast dan ketika dewasa berhubungan dengan
produksi tulang ).
·
Muncul setelah 12 jam
·
Tidak pernah melintasi sutura
·
Cenderung bertambah besar
·
Bertahan selama berminggu-minggu
·
Tidak berlubang
Beragam
tanda-tanda lahir dapat dikenali oleh bidan pada waktu ia memeriksa bayi baru
lahir. bagian yang kecil, rata, berwarna merah jambu yang disebabkan oleh
kumpulan pembuluh-pembuluh darah kecil yang tidak normal umum terlihat pada
kelopak mata dan pungguk leher. Semua ini akan hilang dalam beberapa minggu dan
tidak memerlukan pengobatan.
B.
Etiologi
Ø
Tekanan pada jalan lahir yang terlalu lama
selama persalinan.
Ø
Molage yang terlalu keras sehingga selaput
tengkorak robek
Ø
Partus dengan tindakan seperti forcep /
vacuum ektrasi.
C. Patofisiologi
Tekanan
dan tarikan dijalan lahir pada partus lama maupun persalinan dengan menggunakan
alat menyebabkan robeknya selaput tulang tengkorak akibat kerusakan jaringan
periosteum. Cephalhaematom
ini tidak dapat melewati sutura garis
tengah, tulang yang paling sering terkena adalah os temporalis dan dan os
parietalis pada perabaan cephalhaematom
mula-mula teraba keras, lama-lama akan lunak dan akan hilang dalam waktu
beberapa minggu jika tidak terjadi komplikasi .
D.
Tanda dan
gejala







E. Komplikasi
Komplikasi lanjut bisa terjadi berupa fraktur tengkorak
akibat tekanan dan tarikan yang selalu kuat, kelainan ini agak lama menghilang
(1-3 bulan) , Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan anemia dan
hiperbilirubinemia, untuk itu perlu pemantauan hemoglobin, hematokrit dan
bilirubin
F.
Penatalaksanaan












Senin, 28 November 2011
ATRESIA ESOPHAGUS
ATRESIA ESOPHAGUS
2.1 DEFINISI
Atresia esophagus adalah tertutupnya
oesofagus yang biasanya terjadi pada bagian atas oesofagus. Hal ini dapat menyebabkan
makanan tidak dapat berjalan dari kerongkongan menuju lambung. Pada bagian atas
esofagus mengalami dilatasi yang kemudian berakhir sebagai kantung dengan
dinding muskuler yang mengalami hipertrofi yang khas memanjang sampai pada
tingkat vertebra torakal segmen 2-4. Bagian distal esofagus merupakan bagian
yang mengalami atresia dengan diameter yang kecil dan dinding muskuler yang
tipis. Bagian ini meluas sampai bagian atas diafragma.

2.2 ETIOLOGI
Sampai
saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya
kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih
berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab
genetik. Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan
esophagus dapat terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap
maka
fistula trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan
dan belakang jaringan maka trakea akan membentuk atresia esophagus.
Atresia
esophagus sering ditemukan ketika bayi memiliki kelainan kelahiran seperti :
·
Trisomi 13, 18 dan 21
·
Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia
diafragmatika, atresia duodenal, dan anus imperforata).
·
Gangguan jantung (seperti ventricular septal
defect, tetralogifallot, dan patent ductus arteriosus).
·
Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti
ginjal polisistik atau horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
·
Gangguan Muskuloskeletal
·
Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus,
candiac, tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah
bening).
2.3
PATOFISOLOGI
Beberapa
teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses
perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus berasal dari embrio yang sama.
Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esophagus
proksimal berkembang. Pembelahan galur ini pada bagian tengah memisahkan
esophagus dari trakea pada hari ke- 26 masa gestasi.
Kelainan
notochord, disinkronisasi mesenkim esophagus dan laju pertumbuhan epitel,
keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari septum
trakeosofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang merupakan salah
satu teori penyebab embryogenesis atresia esophagus. Sebagai tambahan bahwa
insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan
penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada
perkembangan atresia esophagus.
Berdasarkan
pada teori-teori tersebut, beberapa fektor muncul menginduksi laju dan waktu
pertumbuhan dan froliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini
biasa terjadi sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya seperti traktus
intestinal, jantung, ginjal, ureter dan sistem masculoskeletal, juga berkembang
pada waktu ini, dan organ-organ tersebut tidak berkembang secara teratur dengan
baik.
2.4 PREDISPOSISI
1. Faktor obat; Salah satu obat yang diketahui dapat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomine
2. Faktor radiasi; Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin
dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janian yang dapat mengakibatkan
mutasi pada gen.
3. Faktor gizi;
Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan congenital pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan.
2.5 KLASIFIKASI
Ø Atresia
esophagus dengan fistula trakeoesofagus distal
Merupakan
gambar yang paling sering pada proksimal esophagus, terjadi dilatasi dan
penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra
thoracal III/IV. Esofagus distal (Fistel), yang mana lebih tipis dan sempit,
memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak
antara esophagus proksimal yang buntu dan fistula trakheaesofagus distal
bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh.
Ø Atresia
esophagus terisolasi tanpa fistula
Esofagus
distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen
esophagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir
setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal
pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
Ø Fistula
trakeosofagus tanpa atresia
Terdapat
hubungan seperti fistula antara esophagus yang secara anatomi cukup intak
dengan trachea. Traktus yang seperti fistula ini biasa sangat tipis dengan
diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah.
Biasanya satu tapi pernah ditemukan dua atau tiga fistula.
Ø Atresia
esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal
Gambar
kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi.
Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas dinding
depan esofagus.
Ø Atresia
esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal dan proksimal
Pada
kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan diterapi
sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran
pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula
dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan. seharusnya sudah dicurigai dari
kebocoran gas banyak keluar dari kantong atas selama membuat/merancang
anastomase.

2.6 TANDA DAN GEJALA
Tanda
klinis utama dari atresia oesofagus adalah adanya sekresi oral yang berlebihan.
Regurgitasi dan tersedak selalu terjadi pada saat makan. Distensi abdominal,
aspirasi sekret oesofagus, refluks asam lambung melalui fistula menuju
paru-paru dapat menyebabkan masalah respirasi.
Seringkali
pada bayi prematur atau bayi dengan berat badan lahir rendah, memiliki riwayat
polihidramnion pada 50 - 60% kasus. Segera setelah lahir, bayi muncul dengan
saliva berbuih dalam jumlah banyak yang keluar dari mulut deengan tersedak,
dispnu dan episode sianosis. Pada bayi-bai ini diperlukan suction rutin
untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka4.
Jika
terdapat fistula trakeo-oesofagus tanpa atresia oesofagus, bayi sering
tersedak, batuk dan terlihat tanda-tanda sianosis ketika makan, dengan distensi
abdomen yang sangat sering terjadi. Hal ini dapat menyebabkan kolaps paru.
Lebih dari setengah bayi dengan trakeo-oesofagus dan/atau atresia oesofagus
juga memiliki kelainan lain, khususnya kelainan jantung, anorektal, urogenital
dan skeleta
2.7 DIAGNOSA
Pada masa antenatal dapat dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya
polihidramnion yang merupakan salah satu predisposisi terjadinya atresia
oesofagus dan/atau fistula trakeo-oesofagus.
Pada
saat kelahiran, untuk menegakkan diagnosis atresia esofagus selain dari tanda
dan gejala klinis dapat dilakukan pemasangan pipa nasogastrik. Bila terjadi
sumbatan atau atresia maka pipa tidak dapat masuk ke lambung. Biasanya sumbatan
terjadi pada ukuran 9 – 13 cm dari pipa.
Gambaran foto polos bayi dengan
atresia oesofagus. Tampak pipa nasogastrik tertahan hingga segmen atas
oesofagus.
Selain
itu dapat pula menggunakan pemeriksaan penunjang antara lain dengan radiografi
antara lain dengan foto polos toraks dan abdomen serta foto toraks dan abdomen
dengan kontras barium. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan bronkoskopi.
Pemeriksaan ini dapat menilai baik atresia oesofagus maupun fistula
trakeo-oesofagus.
Foto
toraks dan abdomen akan menunjukkan adanya gas pada lambung bila terdapat
fistula trakeo-oesofagus. Tidak adanya gas pada lambung mengindikasikan adanya
atresia oesofagus tanpa fistula. Endoskopi trakea dan oesofagus dapat dilakukan
untuk melihat adanya fistula. Pemeriksaan
ekokardiografi dapat dilakukan untuk mengesampingkan adanya kelainan jantung
dan untuk menentukan letak arkus aorta. Ultrasonografi renal dilakukan pada bayi
dengan anuria untuk menyingkirkan kemungkinan adanya agenesis ginjal bilateral.
2.8 PENATALAKSANAAN
Atresia
merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan
untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus
harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret.
Perhatikan yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi
respirasi, dan pengelolaan anomaly penyerta.
Sebelum
dilaksanakan tindakan bedah, maka anomali kogenital lain pada bayi terlebih
dahulu dievaluasi. Foto thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal,
malformasi kordiovaskular, pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen
bertujuan mengevaluasi abnormalitas skeletal, obstruksi intestinal dan
malrotasi. Foto thoraks dan abdomen biasanya sudah mencukupi, penggunaan
kontraks tidak terlaku sering dibutuhkan untuk mengevaluasi atresia esofagus.
Echocardiogram dan renal ultrasonogram mungkin dapat membantu.
Terkadang
karena keadaan penderita, maka operasi dilakukan secara bertahap, tahap pertama
biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk
memasukkan makanan, dan langkah kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat
mulut biasanya dapat diterima. Esofagografi pada hari kesepuluh akan menolong
keberhasilan anastomosis.
2.9 KOMPLIKASI
Adapun komplikasi-komplikasi yang
bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esofagus
adalah sebagai beriku;
À
Dismotilitas Esofagus. Dismotilitas terjadi
karena kelemahan otot dinding esofagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa
terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai
makan dan minum.
À
Gastrosofagus refluks. Kira-kira 50% bayi yang
menjadi operasi ini akan mengalami gastroesofagus refluks pada saat kanak-kanak
atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluks ke esofagus. Kondisi ini
dapat diperbaiki dengan obat (medikal) atau pembedahan
À
Fistula trakeosofagus berulang. Pembedahan ulang
adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
À
Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah
tertahannya makanan pada tempat esofagus yang diperbaiki.keadaan ini dapat
diatasi dengan menelan air mutu tertelannya makanan dan mencegah terjadinya
ulkus.
À
Kesulitan bernafas dan tersendak. Konplikasi ini
berhubungan dengan proses menalar makanan, terhadap makanan dan aspirasi
makanan kedalam trakea.
À
Batuk kronis batuk merupakan gejala yang umum
setelah operasi perbaikan atresia esophagus. Hal ini disebabkan oleh kelemahan
dari trakea.
À
Meningkatkan infeksi saluran pernafasan.pencegahan
keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita Flu, dan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
Langganan:
Postingan (Atom)